Pernah kepikiran buat bunuh diri? Pernah punya pengalaman menghadapi teman terdekat yang ingin bunuh diri? Pernah merasakan kehilangan orang karena mereka memilih untuk mengakhiri nyawanya ketimbang berjuang menghadapi masalah?
Rasa-rasanya, bunuh diri sekarang semacam jalan pintas bagi banyak orang, yang merasa bahwa mengakhiri hidup adalah cara terbaik untuk terbebas dari masalah. Saya bukan psikolog dan mendalami psikologi, namun memandang memperhatikan bahwa persoalan ini adalah persoalan yang nyata terjadi di sekitar kita.
Mulanya biasa saja ...
Tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang itu punya kecenderungan bunuh diri. Siang tawa-tiwi, malam depresi. Semua dimulai dari depresi, yang mana juga tidak bisa terlihat dengan kasat mata, apakah orang terdekat kita itu depresi atau tidak. Berdasarkan pengalaman, ada kalanya mereka akan cerita bahwa mereka berniat untuk mengakhiri hidupnya dan ada juga yang tidak pernah bercerita dan tahu-tahu, lewat begitu saja.
Lantas, apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama, jangan pernah menganggap remeh masalah orang terdekat kita. Buat kita mungkin masalah itu sepele dan dapat diselesaikan dengan menjentikkan jari saja, namun tidak bagi mereka. Sederhananya, berhenti menggunakan framework hidup kita untuk menilai dan membuat orang lain mengambil keputusan akan hidupnya.
Saya pernah terlibat di dalam sebuah obrolan panjang dengan seorang teman terdekat saya yang berniat untuk mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menghadapi masalah. Saat saya mendengarkan dengan seksama, ingin rasanya saya berkata, "Ya ampun, dikira apaan. Gak ada yang lebih susah?" Namun, saya menahannya setengah mati karena lagi-lagi, saya tidak pernah tahu bagaimana rasanya berada di posisi yang bersangkutan. Saya kebelet banget ingin potong jalan dan memberikan pemecahan masalah, namun ternyata, hal tersebut bukanlah hal yang tepat dan benar. Mengapa?
Belajar mendengarkan
Kita harus lebih banyak belajar mendengarkan orang-orang yang butuh perhatian lebih ini, terutama ketika mereka berniat untuk mengakhiri hidupnya. Mendengarkan lebih baik daripada berbicara dan memberi ruang untuk didengarkan itu jauh lebih penting menurut saya. Namun, tidak semua orang memang bisa meluapkan emosinya dan apa yang ada di dalam pikirannya. Berusaha untuk berempati juga merupakan kunci penting saat menghadapi orang-orang terdekat kita ini.
Saya sedang belajar untuk melakukan observasi lebih jauh tentang orang-orang terdekat saya yang mungkin mengalami depresi. Tanda-tandanya apa? Apakah galau terus? Apakah posting drama-drama di sosial media? Ternyata, tidak semua orang yang depresi menunjukkan tanda-tanda yang selama ini kita anggap sebagai sebuah tanda-tanda mengalami depresi. Kata kuncinya sebenarnya adalah merasa diri tidak lagi berharga atau kosong.
Saya pernah bercerita kepada teman saya yang adalah seorang psikolog, "Apa sih tanda-tanda utama orang yang depresi?" Jawaban sederhananya adalah ketika pertanyaan, "Buat apa bangun pagi?" Tidak lagi bisa dijawab dengan pasti. Lebih jauh lagi, pertanyaan "Buat apa saya hidup?" adalah pertanyaan yang sedemikian sulit untuk dijawab.
Bersyukurlah kalau kita masih memahami alasan kenapa kita harus bangun pagi dan juga hidup. Bagi orang-orang yang mengalami depresi, keputusan untuk mengakhiri hidup seringkali adalah keputusan yang menurut mereka baik dan final karena mereka tak lagi bisa tahan dengan tekanan hidup yang dialami.
Lantas bagaimana?
Jangan pernah menantang mereka untuk melakukan keinginan bunuh diri karena kita menganggap bahwa mereka tak mungkin melakukan hal tersebut. Butuh energi memang untuk mendengarkan orang-orang terdekat yang depresi. Energi kita bisa habis terkuras saat mendengarkan, apalagi saat orang yang bersangkutan bercerita terus hal yang sama. Namun, ini seninya!
Mendampingi orang yang ingin bunuh diri sebenarnya tak bisa sembarang orang bisa melakukannya. Kita membutuhkan bantuan orang-orang yang lebih ahli dibandingkan kita tetapi, satu hal yang bisa kita lakukan adalah belajar mendengarkan orang-orang terdekat kita yang depresi dan punya kecenderungan untuk bunuh diri, merujuk mereka untuk bercerita kepada psikolog atau konselor. Satu hal yang saya pelajari adalah: membuat mereka merasa berharga dan menghargai hidup yang sudah diberikan, itu penting.
Selamat belajar berempati!
Lewi Aga Basoeki