Buat saya, beasiswa itu lebih dari sekadar urusan bisa sekolah dengan gratis tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Bisa mendapatkan beasiswa itu adalah sebuah prestasi. Mengapa demikian? Pengakuan Akan Potensi Saya percaya bahwa seleksi beasiswa itu tidak hanya untuk urusan akademis semata atau punya visi ke depan buat bangsa dan negara. Surat motivasi atau surat rekomendasi memang punya andil besar di dalam aplikasi beasiswa pun demikian halnya dengan ijazah dan nilai-nilai di transkrip. Namun, ada hal yang lebih punya makna dibandingkan hal itu: pengakuan akan potensi seorang kandidat. Saya melihat bahwa untuk seseorang mendapatkan beasiswa, orang tersebut harus sesuai dengan profil yang dicari oleh sang pemberi beasiswa. Oleh karena itu, ada orang yang terlihat gemilang bisa tidak diterima dan ada orang yang tampak biasa-biasa saja justru mendapatkan beasiswa yang diimpikan. Di sinilah kecocokan antara penerima beasiswa dan pemberi beasiswa. Sepanjang observasi saya selama beberapa bulan belakangan ini mengenai Studeren in Nederlands atau StuNed, salah satu beasiswa prestisius kerja sama antara Pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia, saya memahami bahwa seorang penerima beasiswa StuNed itu adalah orang yang bisa memaksimalkan potensi dirinya. Tidak mudah memang menemukan orang-orang yang paham akan potensi dirinya, memaksimalkan potensi yang ada dan menggunakannya untuk orang banyak. Ada orang-orang yang sekadar ikut-ikutan saja dalam berbagai kegiatan namun sebenarnya, bukan di situ letak kekuatan dan kemampuannya. Ketika saya melihat teman-teman penerima beasiswa StuNed angkatan 2018 yang berjumlah 53 orang dari sekitar 700 orang yang mendaftar, saya melihat mereka kurang lebih paham akan potensinya dan mau memaksimalkannya. Di sinilah StuNed berperan membantu mereka semakin memaksimalkan potensi diri dengan membiayai sekolah di Belanda. Jadi, kunci pertama untuk bisa mendapatkan beasiswa StuNed ini adalah: pahami potensi diri dan maksimalkan. Kalau punya keahlian masak, ya tulis saja di dalam aplikasi beasiswa, apa yang sudah kamu lakukan untuk banyak orang dengan keahlian memasak ini? Apakah jadi berkat dan berdaya guna buat banyak orang? Lantas, seberapa susah sih untuk mendapatkan beasiswa StuNed ini? StuNed = Mudah Beberapa kali memasukkan aplikasi beasiswa membuat saya geleng-geleng kepala dengan seleksi StuNed yang dilakukan oleh Nuffic Neso, Jakarta. Mengapa? Mudah. Saya hanya harus diterima terlebih dahulu di universitas yang saya tuju. Setelah itu? Mendaftarkan diri secara online, tanpa perlu mengirim dokumen secara fisik ke Nuffic Neso. Tinggal upload! Kemudahan ini lumayan tricky, karena saya harus berpikir sedemikian rupa untuk bisa membuat aplikasi saya itu “menarik” dan “menjual” bagi tim seleksi. Seleksi akademik memang sudah dilakukan di tahap penerimaan oleh universitas, sisanya memang mengenai penilaian akan potensi dan latar belakang kandidat. Menenun Aplikasi Setiap aplikasi itu harus ada tema dan warnanya. Saya harus memastikan bahwa segala sesuatu yang saya masukkan itu punya benang merah. Ketika tim seleksi membaca aplikasi saya, apa yang mereka bisa tangkap? Apa yang mereka ketahui tentang saya? Semua bermula dari kalimat-kalimat berikut ini: Lewi Aga Basoeki is a banking and finance lawyer who travels and has interests in human rights and social development of Indonesia. He likes to write his traveling experiences and his thoughts in his personal blog and other publications. Dua kalimat di atas pada akhirnya harus ditenun dalam bentuk motivation letter, recommendation letter dan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan di dalam aplikasi beasiswa. KONSISTENSI adalah kunci. Merupakan sebuah kesalahan ketika jawaban-jawaban kita tidak konsisten dan membuat tim seleksi bertanya, “Jadi, orang ini sebenarnya maunya apa sih? Potensinya apa?” Di dalam aplikasi, saya memasukkan referensi tulisan saya di majalah tentang traveling, tulisan saya tentang hukum dan tulisan saya tentang hak asasi manusia dan LGBT. Kesemuanya pernah dipublikasikan secara online atau media cetak. Beberapa orang berpikir untuk memasukkan karya ilmiah yang telah terpublikasi, ya sebenarnya tidak apa-apa juga, asalkan hal tersebut sesuai dengan tema besar dari diri yang akan dipresentasikan dalam bentuk aplikasi kepada tim seleksi. Ya gak? Seperti kain tenun, semua informasi tentang diri kita ini harus dirajut sedemikian rupa sehingga ada warna dan berkesinambungan. Tim seleksi saat menutup aplikasi kita akan punya kesan dan memori. Untuk melakukan ini tidak bisa dalam waktu satu malam. Lagi-lagi, persiapan adalah kunci. Jangka Waktu Persiapan Kita harus mengenal diri kita terlebih dahulu sebelum bisa merajut aplikasi beasiswa. Ada beberapa orang yang bisa menulis motivation letter dalam waktu semalam, ada juga yang perlu berhari-hari. Ini penting dan kebiasaan orang Indonesia memang “semakin mepet, semakin baik”, justru di sinilah salahnya. Bagi saya, memasukkan aplikasi beasiswa itu tidak hanya urusan “supaya keterima” justru kegiatan ini adalah kesempatan untuk evaluasi diri dan tahu sebenarnya saya ini sudah sampai mana di dalam hidup. Jangan-jangan selama ini saya salah karir? Jangan-jangan saya justru harusnya sekolah tahun depan. Fase ini adalah fase yang menurut saya menarik karena saya bisa tahu sudah di tahap mana kehidupan yang saya jalani. Kalau sebelumnya kita sibuk bekerja atau melakukan aktivitas lain, pakai momen ini untuk pause and pondering serta wondering, sudah sampai mana kita melangkah di dalam hidup? Tidak ada salahnya. Saya mempersiapkan aplikasi ini sekitar 2 bulan, setelah saya tahu bahwa saya diterima oleh Leiden University. Aplikasi saya masukkan kurang lebih beberapa hari sebelum penutupan beasiswa. Sebenarnya, semakin cepat ya semakin baik. Selection Outcome Ditolak beberapa kali oleh lembaga beasiswa membuat saya lumayan berserah untuk persoalan diterima atau tidak. Saat saya sudah mempresentasikan diri saya dalam bentuk tenunan berwarna-warni, adalah kewenangan mutlak tim seleksi untuk melihat apakah saya sesuai dengan profil penerima beasiswa yang dicari. Satu hal yang saya apresiasi dari StuNed adalah bagaimana jangka waktu pengumuman itu sudah diumumkan di awal sehingga saya tahu dan memiliki rencana cadangan, kalau ternyata saya tidak diterima beasiswa. Ini penting buat para “pemburu” beasiswa. Menunggu selection outcome buat saya itu adalah hal yang mendebarkan sekaligus tidak akan dilupakan. Setiap hari saya me-refresh e-mail saya, menunggu apakah hasil dari seleksi yang dilakukan. Pada tanggal 11 Mei 2018, barulah saya menerima e-mail yang menyatakan bahwa saya terpilih untuk menerima beasiswa StuNed. Puji Tuhan! Terlepas dari diterimanya saya, saya justru banyak belajar tentang diri saya sendiri ketika mempersiapkan aplikasi. Saya baru sadar bahwa selama ini saya punya potensi diri yang harus lebih dimaksimalkan dan yang lebih penting, saya tahu bagaimana menjual diri saya (professionally tentunya). Haha! Ayo daftar StuNed dan sekolah di Belanda! Selamat mempersiapkan diri! Lewi Aga Basoeki
top of page
bottom of page