top of page

05: Perjalanan StuNed (Bagian 1)

  • Writer: Lewi Aga Basoeki
    Lewi Aga Basoeki
  • May 13, 2018
  • 4 min read


"Lo pasti dapet beasiswa sih, Ga. Siapa gitu yang gak mau ngasih beasiswa sama lo buat sekolah lagi di luar negeri? Pasti dapet."


Familiar dengan ucapan-ucapan semacam itu dari teman-teman kita saat kita bercerita bahwa kita sedang harap-harap cemas untuk menunggu hasil beasiswa. Sebuah encouragement yang malah bikin kita lumayan percaya diri bahwa memang kita layak mendapatkan beasiswa. Padahal sebenarnya, mendapatkan sebuah beasiswa itu bukan hanya urusan bagus di atas kertas dan lolos wawancara tetapi ini juga urusan rezeki.


Ada orang-orang yang tampak biasa saja, namun bisa mendapatkan beasiswa dengan mudah. Ada orang-orang yang berprestasi dan tampak gemilang justru gagal di tahap seleksi. Kok bisa?


Gagal Lebih Dari Satu Kali

Saya masih ingat bahwa kegagalan saya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 di luar negeri pertama kali itu dari University of Groningen, tujuh tahun lalu. Saya kalah saing dengan kontestan lainnya untuk mendapatkan full scholarship dari universitas tersebut. Apakah kegagalan saya berlanjut? Wah, jelas!


Saya mencoba memasukkan aplikasi untuk EMLE - Erasmus Mundus dan masuk ke dalam waiting list. Percayalah, masuk ke dalam waiting list untuk mendapatan beasiswa itu jauh lebih menyebalkan ketimbang masuk ke dalam waiting list untuk masuk ke dalam suatu restoran. YA IYALAH, MBAK!


Kegagalan yang berjumlah dua kali itu lumayan menggempur ego saya sedemikian rupa. Apalagi saat itu saya melihat teman-teman saya mulai kuliah di luar negeri, peer pressure mulai terasa dengan beratnya. Foto-foto bisa tertawa-tawa di luar negeri menjadi pemandangan yang lumayan bikin iri meskipun sebenarnya tujuan saya untuk bisa kuliah di luar negeri adalah karena memang saya suka belajar dengan bonus: jalan-jalan.


Beberapa tahun kemudian, saya mencoba untuk ikut beasiswa-beasiswa lainnya yaitu Australia Awards Scholarship selama 2 kali berturut-turut dan hasilnya gagal, lalu Chevening selama 2 kali berturut-turut yang hasilnya juga sama, gagal. Yang paling gong memang sewaktu mengikuti beasiswa empat huruf dari Pemerintah Indonesia, saat memasuki tahap wawancara, ada satu pertanyaan yang membuat saya bengong, "Gaji kamu kan lumayan besar, kamu juga tinggal di tempat yang menengah ke atas begini, tapi kenapa kamu minta beasiswa?"


Pengalaman-pengalaman ditolak beasiswa tersebut sungguh menghantam ego saya sedemikian rupa dan ucapan "Ah, elo mah pasti dapet!" Tak lagi membantu atau bahkan ampuh untuk membuat saya yakin bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa seperti teman-teman saya yang lain.


Sebagaimana disebutkan di atas, hal yang paling berat adalah berdamai dengan kenyataan bahwa sebenarnya kita "tidak segitunya" untuk bisa mendapatkan beasiswa meskipun kita membandingkan pencapaian-pencapaian kita dengan orang-orang di sekitar yang sepertinya kok biasa saja?


Kesimpulannya saat itu memang, bukan rezeki saya untuk mendapatkan beasiswa dan waktunya mempergunakan uang tabungan dan investasi sendiri untuk bisa sekolah di luar negeri. Setelah menimbang-nimbang, saya memutuskan untuk sekolah di Belanda karena uang kuliah dan biaya hidup masih sesuai dengan anggaran yang saya miliki (baca: menguras tabungan sampai habis).


Lantas Mengapa StuNed?

Beasiswa StuNed (Studeren in Nederland) ini adalah beasiswa pilihan terakhir saya untuk bisa mengambil S2 di Belanda, syaratnya adalah (1) sudah mendapatkan letter of acceptance yang unconditional dari universitas di Belanda dan (2) lulus seleksi administrasi yang dilakukan secara online. Beasiswa ini adalah beasiswa paling tidak ribet sepanjang sejarah hidup saya karena tidak melalui wawancara atau meminta dokumen tambahan selain dokumen-dokumen wajib ada untuk bisa mendaftar beasiswa seperti surat motivasi, surat izin kerja dari tempat kerja, transkrip dan juga ijazah.


Bisa dikatakan kalau StuNed ini adalah peluru terakhir saya untuk bisa melanjutkan sekolah di luar negeri karena penolakan terakhir saya itu adalah saya gagal mendapatkan beasiswa Leiden Excellence Scholarship (LExS), sebuah beasiswa uang kuliah yang diberikan oleh Leiden University. Aplikasi permohonnan LExS ini dimasukkan bersama-sama dengan aplikasi lamaran sekolah ke Leiden University, hal ini berarti semua pelamar punya kesempatan yang sama untuk bisa berlomba-lomba mendapatkan beasiswa uang sekolah dari pihak kampus. Beasiswa ini tidak mencakup seluruh biaya yang dikeluarkan tetapi hanya pembebasan uang kuliah ataupun pemotongan beberapa persen uang kuliah yang dibayarkan. Otomatis, kita harus mencari dana sendiri untuk membiayai biaya hidup, biaya terbang ke Belanda dan juga asuransi.


Saya mendapatkan kabar bahwa saya masuk ke dalam waiting list itu satu minggu sebelum pengumuman StuNed. Masuk ke waiting list berarti saya harus menunggu ada yang menolak tawaran beasiswa LExS tersebut sebelum saya bisa menerimanya. Saya mencoba bertanya saya berada di dalam urutan ke berapa namun tidak dijawab dan malah dijawab beberapa hari kemudian dengan mengabarkan bahwa semua penerima beasiswa tersebut memutuskan untuk menerima beasiswa dan otomatis, saya gugur dalam seleksi.


Saking terbiasanya menerima e-mail berisi penolakan, saya jadi kebal dan tak lagi sedih berlama-lama. Penolakan ini yang kemudian membuat saya bulat berpikir baha bukan jalan saya mendapatkan beasiswa. Harapan saya untuk mendapatkan StuNed pun juga tidak tinggi-tinggi amat, bahkan berkata pada teman-teman saya, "Ah elah, ini pasti juga ditolak juga." Sebuah kesalahan karena bersikap pragmatis dan tidak beriman terhadap rencana Sang Khalik.


Bahkan di hari Jumat, 11 Mei 2018 itu, saat saya berdoa pagi, saya justru berdoa, "Tuhan, seperti biasa, kalau ditolak lagi beasiswa StuNed ini, Tuhan yang cukupkan semuanya." Beberapa saat kemudian, ketika saya selesai saat teduh dan kembali ke kamar untuk mengecek inbox e-mail saya dan heading subject e-mail berbunyi: "StuNed Scholarship Programme 2018 Selection Outcome for Master - Congratulation" dan dilanjutkan dengan isi e-mail:


Dear Lewi Aga Basoeki,

Thank you for your application for StuNed Scholarship 2018 – Master Programme. We have completed the assessment of all applications and decided to finalize the selection process in one round.

As a result, the Embassy of the Kingdom of the Netherlands has decided upon the StuNed scholarships to be awarded. Herewith we would like to inform you that you have been selected to receive the scholarship.


Saya kemudian langsung tertawa dan berkata, "God, You must be joking right?!" Dan terdiamlah saya, ternyata memang benar, di saat kita melepaskan, di situ kita mendapatkan. Untuk kali ini, Sang Khalik sukses membuat lawakan terhebat di dalam hidup saya.


Saya kemudian juga teringat apa yang dikatakan oleh Ibu Indy Hardono, Koordinator Tim Beasiswa di Nuffic Neso Indonesia di salah satu video tentang StuNed, "This is not because you are lucky, this is because you deserve to get the scholarship. You have to prove to us that you deserve it."


Lantas, apa yang membuat saya deserve to get this scholarship?


Selamat hari Minggu!


bottom of page