
Beberapa dari kita pasti mengernyitkan dahi ketika diberikan pertanyaan, "Kapan terakhir kali tes HIV?" atau bahkan langsung antipati ketika mendengar "tes HIV" dengan beribu macam alasan, termasuk tentang seks bebas atau tes ini hanya orang yang suka berhubungan seksual di luar pernikahan, pengguna narkotika (terutama yang dipergunakan dalam bentuk jarum suntik), pekerja seks komersial atau kaum LGBTIQ (lesbian, gay, bisexual, transexual, intersex and questioning), dan otomatis tidak ada urusannya dengan orang-orang yang hidupnya "seolah" lurus-lurus saja. Belum lagi urusan agama dan ayat-ayat kitab suci yang langsung disodorkan saat bertanya tentang hal ini.
Semua orang memiliki risiko ...
Percaya atau tidak, kita semua rentan terkena HIV atau bahkan penyakit kelamin meskipun kita tidak pernah berhubungan seksual di luar nikah, setia kepada pasangan atau memiliki preferensi seksual sebagai seorang heteroseksual. Ada orang-orang yang punya pengalaman terkena penyakit kelamin justru karena menggunakan toilet umum. Tidak jarang pula kita mendengar kisah seorang istri yang terkena HIV yang kemudian menjadi AIDS karena ternyata, suaminya suka "jajan" di luar. Kerentanan ini yang kemudian diukur risikonya, apakah kita termasuk orang yang risikonya besar akan tertular HIV atau risikonya tergolong kecil karena memang kita tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dan cenderung setia dengan pasangan.
Tes HIV itu apa?
Mengikuti tes HIV ini sebenarnya tidak terlalu mahal dan bisa dilakukan di laboratorium, poliklinik atau rumah sakit, yang tentunya memiliki fasilitas untuk pengecekan darah khusus untuk mendeteksi antibodi, yang secara sederhana tes akan dilakukan untuk mendeteksi tingkat imunitas di dalam tubuh kita. Mengapa demikian? Karena HIV adalah virus yang menyerang kekebalan tubuh dan membuat tubuh kita lebih rentan terkena penyakit lainnya. Tes tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah tubuh kita reaktif atau tidak reaktif (non-reaktif) terhadap infeksi. Untuk dapat dikatakan bahwa kita tidak terkena HIV maka hasilnya adalah negatif atau non-reaktif. Apabila hasilnya positif atau reaktif maka akan atas tes lanjutan dan ini pun dilakukan berdasarkan konsultasi dengan dokter yang menganalisis hasil tes tersebut.
Takut?
Apa yang saya rasakan saat pertama kali melakukan tes HIV? Takut jawabannya. Malu? Rasanya iya. Takut dihakimi? Itu apalagi. Stigma bahwa orang yang melakukan tes HIV pasti adalah seseorang yang gemar berhubungan seksual sudah sedemikian kuatnya tertanam. Padahal sebenarnya, tes HIV ini sama dengan tes-tes penyakit lainnya, tes kanker serviks misalnya. Alasan utama mengapa tes HIV sedemikian menjadi momok adalah karena stigma negatif yang cenderung ada bahwa tes HIV hanya untuk para penggemar seks bebas. Padahal, belum tentu orang-orang yang "hidupnya lurus" tidak rentan terkena HIV yang kemudian bisa berkembang menjadi AIDS ini.
Tempat tes HIV
Salah satu tempat yang bisa dikunjungi untuk melakukan tes HIV adalah di Klinik Angsa Merah yang terletak di Jalan Johar, Jakarta Pusat. Mereka juga ada di Panglima Polim. Alasan saya memilih tempat ini adalah karena saya diberikan penjelasan tentang risiko tentang penularan HIV, suatu penjelasan yang menurut saya diperlukan dan membuka cakrawala berpikir saya tentang penyakit HIV serta AIDS. Biaya untuk tes-nya sekitar Rp300.000 dan apabila disertai tes penyakit kelamin lainnya maka sekitar Rp700.000.
Alternatif lain adalah di Rumah Sakit St. Carolus, rumah sakit yang secara khusus memiliki tempat untuk menangani kasus-kasus HIV dan AIDS. Biaya untuk tes HIV di tempat ini adalah gratis dan juga disediakan konseling tentang HIV/AIDS serta penyakit menular seksual lainnya. Kegiatan yang sangat informatif dan bermanfaat untuk dilakukan di kala akhir pekan, dibandingkan hanya foto-foto buat Instagram atau bermain game.
Non-reaktif
Salah satu alasannya mengapa saya membagikan pengalaman ini sebenarnya sederhana, agar kita semua secara sadar bahwa sebenarnya HIV atau AIDS bukan melulu soal orang-orang yang suka berganti-ganti pasangan, pengguna narkotika atau kaum LGBTIQ. Ibu rumah tangga pun bisa rentan terkena HIV/AIDS! Tes HIV adalah salah satu langkah awal untuk bisa hidup sehat, sama seperti kita makan salad, deteksi dini kanker, olahraga, yoga atau ikut lari pagi sewaktu car free day. Tidak ada salahnya sebenarnya mengikuti tes ini karena ya ini adalah bagian dari tetap menjaga diri dari hidup sehat.
Kalau pun ada yang bawa-bawa agama dan menghakimi ketika ikut tes ini maka seharusnya kita berpegang teguh bahwa "Penyakit sih ketika menyerang tidak bertanya dahulu 'Agama lo apa?' sih!" Jadi, jangan lupa tes HIV dan selalu hidup sehat!