
Siapa sih yang pernah tahu akhir hidup kita akan berada di mana, dengan siapa dan menjadi apa. Bagi saya masa depan itu tidak pernah ada yang tahu. Kita memang bisa melakukan analisis sedemikian rupa tentang rentetan peristiwa yang telah terjadi dengan asumsi bahwa sejarah pasti akan berulang. Namun, siapa yang pernah pasti tahu bahwa esok hari kita masih hidup?
Kepastian akan masa depan ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya atau kegelisahan bagi sebagian orang. Di sisi lain, yang namanya masa depan itu sebenarnya masa lalu yang tertunda. Saya pun tidak tahu tulisan ini akan berakhir dengan kalimat seperti apa, meskipun saya bisa memprediksi bahwa saya punya cara dan gaya penulisan tersendiri, tetapi saya tidak bisa seratus persen berkata bahwa tulisan ini akan berakhir dengan pertanyaan, pendapat atau malah sesuatu yang dibiarkan terbuka begitu saja.
Ketika masa depan yang sudah menjadi masa lalu itu pada akhirnya terjadi juga. Kita kemudian melakukan pemikiran ulang tentang aktivitas yang dilakukan di dalam hidup ini. Saat satu bulan pertama di dalam tahun ini sudah berlalu, saya mereka-reka ulang tentang apa yang sudah saya lakukan dan bagaimana saya kemudian membuat hidup saya jauh lebih bermakna. Tidak hanya untuk saya tetapi juga untuk orang lain.
Koleksi Memori
Kita adalah makhluk yang mudah lupa. Siapa masih ingat dengan detail peristiwa yang terjadi kemarin? Jika ingin ditarik lebih jauh lagi, kita hanya ingat kisah-kisah masa lalu dalam kepingan-kepingan memori. Itu pun hanya kisah-kisah yang tergolong penting. Saya tidak ingat bahwa di umur lima tahun, saya pernah tertimpa televisi besar yang masih berbentuk tabung dan membuat Ibu saya panik. Namun, saya ingat bahwa saya pernah menangis ketika paduan suara saya memenangkan sebuah festival paduan suara ketika saya duduk di kelas 3 SMP. Semua memori itu tersimpan di dalam sudut-sudut perpustakaan kenangan, menunggu untuk dibuka atau bahkan hanya sekadar diintip katalognya.
Memori-memori tersebut membentuk masa depan. Saya percaya dengan pemahaman ini. Kita mungkin sering bertanya-tanya tentang alasan mengapa kita bekerja di tempat yang sekarang, mengapa kita tidak mendapatkan beasiswa atau mengapa kita bisa jalan-jalan ke Eropa. Jawabannya mungkin bisa kita dapatkan dengan melihat kembali ke masa lalu. Apa yang kita lakukan di masa lampau ternyata punya dampak yang besar saat di masa depan.
Sayangnya, kita terlampau takut untuk mengingat apa yang yang sudah terjadi di masa lalu. Ketakutan akan menguak luka lama, perasaan yang tidak nyaman atau duka yang mendalam. Rentetan kisah dan peristiwa yang mungkin lebih banyak duka dibandingkan suka itu berusaha kita kubur dalam-dalam dan kalau boleh, kita masukkan ke dalam gudang memori paling dalam.
Padahal bukankah kisah-kisah itu yang membentuk kita di masa sekarang dan juga masa depan? Kisah-kisah itu pun tidak bisa kita hapus sedemikian rupa karena pikiran ini tidak ada recyle bin-nya.
Menguraikan Benang Merah
Saya sedang berusaha untuk menggali memori saya kembali ketika saya kecil, menuliskan kenangan saya itu di sebuah buku sebagaimana adanya, tanpa ada bumbu-bumbu romansa atau sastra tingkat tinggi. Saya berusaha memanggil ingatan-ingatan masa lalu saya dan menuliskannya dalam cerita mentah. As it is. Saya berusaha menemukan benang merah di dalam hidup saya. Mengapa saya sekarang bekerja sebagai seorang pengacara, sebuah pekerjaan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya ketika saya duduk di bangku sekolah dasar.
Benang merah, bukankah ini yang penting? Menarik benang merah di dalam tumpukan benang yang kusut dan seringkali bersimpulan dengan benang orang lain, ini sulit namun ketika perlahan-lahan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan absurd yang ada di kepala, rasanya pasti akan senang bukan kepalang.
Setiap pertanyaan seringkali bukan tidak ada jawabannya, namun kita yang terlalu malas untuk mencarinya.
Selamat menguraikan benang merah!