"Semoga kita bisa tembus, Pak."
Saya kemudian bingung ketika sang kapten fast boat yang saya tumpangi berujar demikian sesaat setelah fast boat tersebut meninggalkan Kampung Arborek, sebuah kampung masyarakat lokal yang saya singgahi. Saya dan sahabat saya, Rachel, saling melempar pandang, kami berdua sama-sama bingung dengan apa yang sang kapten kapal ucapkan.
Tak sampai sepuluh menit kemudian, kapal kecil tersebut melaju kencang, memecah ombak. Tak sampai sepuluh menit pula, badan saya dan Rachel sudah terguyur basah oleh air laut. Rasa takut kalau kapal ini hampir takluk ditelan oleh ombak langsung sekejap terbesit di pikiran saya. Sang kapten kapal langsung berseru, "Pak, kalau mau pakai pelampung, ada di bawah kursi." Tanpa pikir panjang, saya langsung mengenakan pelampung untuk meredakan rasa takut saya.
Ini ternyata yang dimaksud oleh sang kapten kapal, kapal ini benar-benar berusaha sedemikian rupa untuk menembus ombak tinggi laut Papua. Selama 30 menit, saya seperti menaiki roller coaster. "Boom! Boom! Boom!" Suara benturan lambung kapal kecil dengan ombak pun menjadi musik penghantar menuju sebuah tempat bernama Painemu yang terletak di daerah Waisai, Raja Ampat. Keinginan untuk cepat sampai adalah hal yang utama, bukan karena saya tak sabar ingin melihat Painemu, namun saya lebih takut fast boat ini berhasil ditekuk lutut oleh ombak ganas yang menerjang tanpa kenal ampun.
Pulau karang
Raja Ampat terkenal dengan gugusan pulau karangnya dan Painemu di Waisai adalah salah satu mahkota dari tempat ini. Setelah beradu dengan ombak, fast boat itu mulai memperlambat langkahnya ketika memasuki perairan gugusan pulau di Painemu. Fast boat itu langsung merapat ke sebuah dermaga kecil, tempat dimana banyak kapal-kapal kecil berlabuh.
"Kita sudah sampai, Pak. Nanti Bapak tinggal naik ke atas saja, ada tangganya, Pak," kata sang kapten kapal. Saya mengiyakan dan mempersiapkan diri untuk menaiki tangga kayu untuk sampai ke bukit pulau karang bernama Painemu ini.
Jika di Misool ada Puncak Harfat maka di Waisai ada Puncak Pianemu atau orang sering menyebutnya Pianemo, sebuah puncak dari bukit pulau karang di mana para pengunjung bisa berfoto dan melihat gugusan pulau karang dari atas. Medan untuk sampai ke atas pun sebenarnya tidak begitu melelahkan karena sudah tersedia anak tangga kayu dan juga paviliun kecil, tempat beristirahat sejenak sebelum sampai ke puncak. Dibandingkan dengan Puncak Harfat yang masih berupa medan berkarang dan dipenuhi oleh karang yang tajam, Painemu ini luar biasa mudah namun tetap melelahkan.
Mudah namun ...
Tak sampai sepuluh menit, saya sudah sampai di puncak dan satu hal yang saya rasakan, panasnya matahari Papua ini luar biasa. Saya mengeluarkan kamera saya, mengabadikan gugusan pulang karang yang terhampar di depan saya. Dari puncak ini pun saya bisa melihat kapal-kapal kecil yang datang mendekat seakan mendekati kapal induk setelah bersusah payah melaju kencang bertabrakan dengan ombak.
Tak sampai lima menit saya di sana, bertiuplah angin semilir yang membuat udara tidak terlalu panas. Suasana di puncak mulai riuh ketika sekumpulan petualang mulai datang sambil membawa "perlengkapan perang" berupa drone, tongkat selfie dan juga, speaker portable. Suara musik ala-ala My Trip My Adventure tiba-tiba terdengar. Sungguh tidak asyik dan berisik.
Saya akhirnya paham bahwa tempat ini populer karena medan mendakinya yang mudah, semua orang bisa naik ke atas dengan tangga kayu. Teriknya matahari tidak menyurutkan para pengelana ini untuk naik ke atas, sekadar berfoto atau menikmati pemandangan. Tempat ini jelas bukan tempat untuk bisa berlama-lama atau beromantis-romantis ria untuk menikmati pemandangan sampai berpikir filosofis tentang kehidupan, karena terlalu ramai, sumpek dan riuh! Pemandangan yang berbeda mungkin dialami ketika saya pergi ke Pianemu di pagi hari.
Bagi saya yang lebih menyukai tempat yang secluded dan tidak ramai oleh turis, tempat ini bukan pilihan yang tepat sebenarnya. Namun, kalau sudah ke Raja Ampat apalagi ke Waisai, tidak salahnya juga untuk sekadar berkunjung ke tempat ini, mengambil foto dan melanjutkan perjalanan berikutnya.
Untunglah ketika saya turun ke bawah, saya langsung disambut dengan segarnya air kelapa yang dijual bersama batoknya di dermaga.
Saya meminum air kelapa sambil merasa bahwa pengalaman menembus ombak tinggi yang mungkin menjadi highlight perjalanan ke Pianemu.
Namanya juga ya jalan-jalan.